Sunday, July 10, 2022

Pump Up Kicks

Nadra Aprilia


Tuk tuk tuk tuk

Suara langkah kaki seorang wanita cantik yang memakai high heels putih memantul di sebuah lorong panjang. Wanita itu tampak anggun dengan gaun putih selutut miliknya, bahunya yang putih mulus dibiarkan terbuka tanpa kain sehelai pun. Tatapan wanita itu lurus ke depan seolah ia sangat tahu ke mana tujuannya. Di tangannya sudah siap sebuah senapan tua AK-107, peninggalan sang ayah yang sudah lama meninggal. Semakin dekat, ia semakin jelas mendengar suara degup musik dan suara riuh dari orang-orang. Ia berjalan santai ke tengah lantai dansa, sekalipun beberapa orang sudah mulai lari ketakutan melihat senjata yang ia bawa. Beberapa yang lainnya tidak peduli dan hanya membiarkannya saja. Lalu tiba-tiba musik berganti.

Robert's got a quick hand

He'll look around the room, but won't tell you his plan

He's got a rolled cigarette

Hanging out his mouth, he's a cowboy kid, yeah


Semua orang bingung dan saling bertatapan, beberapa berteriak memaki ke arah DJ, yang lainnya tetap minum-minum dan berusaha menikmati keadaan. Tria sendiri sedang menyiapkan senjatanya, memastikan semua peluru sudah siap meluncur.


He found a six-shooter gun

In his dad's closet, and with a box of fun things

I don't even know what

But he's coming for you, yeah, he's coming for you


Beberapa yang berada di dekat Tria coba merayunya, ada yang meledeknya bahwa ia hanya mencari sensasi dengan senjatanya itu. Yang lainnya mulai berusaha tetap menikmati suasana dengan ikut bernyanyi sesuai lagu. Tria tersenyum saat memasuki bagian lirik yang ia suka, badannya mulai bergerak menikmati irama musik, tidak mempedulikan beberapa pria yang mulai menjamahnya. Lalu tiba-tiba,

All the other kids with the pumped up kicks

You better run, better run

Outrun my gun

DOR! DOR! DOR! DOR!

All the other kids with the pumped up kicks

You better run, better run

Faster than my bullet

DOR! DOR! DOR! DOR!

All the other kids with the pumped up kicks

You better run, better run

Outrun my gun


Musik dan suara tembakan saling beriringan. Tria tertawa lepas sambil menembakkan pelurunya ke sembarang arah. Gaun putihnya kini sudah penuh cipratan darah. Suara teriakan di mana-mana, ada yang menangis dan berlari. Saat ada yang mencoba lari ke arahnya, langsung ia tembak tanpa belas kasih. Semakin banyak yang terluka atau bahkan mati, maka ia akan semakin senang. 

Kurang dari lima menit. Tepat setelah lagu itu selesai, lampu yang semula remang menyala terang dan pemandangan mengerikan tersaji di depan mata. Lautan darah dan mayat bergelimpangan saling tumpang tindih. Hanya sayup teriakkan minta tolong yang terdengar sekarang. Kemudian Tria memanggil Ben. Dari tempat DJ, Ben membawa seorang pria bersamanya, pria itu menangis dan memohon ampun. Dengan tatapan tajam Tria menampar pria itu.

“Harusnya kau meminta maaf pada adikku bajingan!” ucapnya sambil menjambak rambut pria itu.

“A... aku tidak tahu apa-apa,” jawab pria itu terbata-bata.

“Kau yang sudah memperkosa Anna, tolol!” 

“Maafkan aku. Aku tidak melakukan apa-apa padanya sungguh.” 

PLAK 

Sebuah tamparan keras dilayangkan lagi oleh Tria, kali ini tubuh pria itu tersungkur menimpa mayat yang masih segar, membuatnya bergidik ngeri sekaligus makin ketakutan. Jack adalah nama dari pria itu. Ialah yang memperkosa Anna, membuat Anna gila dan akhirnya bunuh diri. Ketika itu terjadi tak seorangpun yang berada di bar ini menolong Anna, bahkan Anna diusir karena telah menimbulkan kegaduhan. Anna memang memiliki keterbelakangan mental, karena itu tidak ada yang mempedulikannya. 

Tria dan Ben bergantian memegang pistol, giliran pertama adalah Ben, ia memilih untuk menembak kaki kanan Jack, berikutnya Tria, ia menembak tangan kiri pria itu. Hal itu terus berlanjut sampai peluru habis. Jack dibiarkan menderita dan merasakan sakit yang panjang sebelum akhirnya ia mati seperti yang lainnya.


“Hahaha… dia sudah tidak bisa ke mana-mana, dia sekarat,” kata Ben sambil tertawa.

“Bagus. Tempat ini mungkin sudah dikepung polisi, tapi setidaknya kita bisa merayakan kemenangan kita sebentar kan?” tanya Tria sambil menawarkan segelas wine untuk Ben.

Cheers.


Keduanya bersulang penuh kemenangan. Tapi kemudian, Ben batuk berkali-kali, Tria menatapnya dingin. Batuk Ben semakin menjadi sampai ia tersungkur. 


“Kau! Kau yang melakukan ini?!” tanya Ben setengah berteriak di sela batuknya.

“Kau pikir aku tidak tahu yang sebetulnya kau lakukan pada Anna sewaktu aku di penjara? Aku tidak bodoh Ben,” kata Tria masih dengan raut wajah dan nada bicara yang dingin.

“Sialan kau! Bajingan kau, Tria!” Ben memaki sejadi-jadinya.

“Jangan khawatir, itu hanya racun yang akan melumpuhkan otakmu. Aku mendapatkannya dari kawan satu selku, katanya cukup untuk membuatmu tidak dapat bergerak sama sekali atau bahkan berbicara. Kau harus lebih dulu menderita sebelum mati, Ben.”


Semakin lama suara Ben tidak lagi terdengar. Mulutnya mengeluarkan busa yang banyak. Sementara itu, suara sirine sudah terdengar samar dari luar. Polisi tiba dan menangkap Tria. Tria dibawa menuju mobil. Petugas berlarian menyelamatkan orang-orang yang masih hidup. Di dalam mobil polisi, Tria menatap liontin berisi foto adiknya. “Aku sudah membalasnya, Anna,” katanya perlahan, air matanya mengalir, ia menangis bahagia.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Anna tidak mau, Kak Ben.”

“Tidak apa-apa, kita kan sudah sering bermain.”

“Sakit… sakit… aku takut.”

“Tidak apa-apa, ayolah. Kalau kau mau, kita akan pergi mengunjungi Tria besok.”

“Aku takut… Aku takut.”

“Argh! Cepat kemari perempuan jalang!”

“AAAA SAKIT, JANGAN PUKUL ANNA, SAKIT!”

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Juni 2022

Sebuah Warna Baru

Nadra Aprilia

Ciiittt duarrr

Bunyi decit karet ban yang bergesekan dengan aspal masih sangat jelas terdengar di telingaku. Pada sebuah lorong gelap di pagi buta, Tuhan merenggut semuanya dariku dan sejak hari itu hidupku hanya terpapah tongkat kayu. Sebelah kaki dan tanganku diamputasi, maka sejak hari itu juga aku bukan lagi Eden sang pelukis.

Hidupku sehari-hari hanya memandangi meja dan bangku yang kosong, berharap masih ada satu dua tamu yang datang berkunjung untuk berbincang mengenai lukisanku yang telah mereka beli. Sebagai seorang pelukis yang bahkan tak bisa memegang kuas aku hanya akan menjadi seorang beban. Karirku melesat jauh seperti apel yang jatuh dari pohon tinggi, dihantam tanah, lalu membusuk. Namun, Tuhan tak juga selesai bermain dengan hidupku, Dia terus membuat sandi-sandi takdir yang rumit dan dengan teganya memaksaku memecahkannya sendiri.

***

Eden adalah seorang pelukis realis yang cukup tersohor, sejak kecil ia sudah akrab dengan kuas dan kanvas, semua lukisannya habis terjual, pamerannya tidak pernah sepi. Dari hasil penjualan lukisannya, Eden hidup bergelimangan harta, banyak wanita yang menyukainya, semua orang paling penting di negeri ini memuji bakatnya, hidupnya hampir tanpa cela. Namun, sejak kecelakaan satu tahun lalu hidupnya berubah, kekurangan yang dimilikinya tidak diterima masyarakat, hal ini membuatnya menjadi orang yang pemarah. Perawat pribadinya beberapa kali mengundurkan diri karena tidak sanggup bekerja dengan Eden yang selalu marah setiap saat.

 

Kepulan asap kereta uap berhenti pada sebuah stasiun tua. Samantha, seorang perempuan cantik berjalan keluar kereta dengan koper besarnya. Ia mengeluarkan sebuah foto yang sudah lusuh dari dalam saku, saat menatapnya Samantha tersenyum manis lalu berjalan menuju mobil yang sudah menunggunya. Hari ini Samantha akan bekerja menjadi perawat baru untuk Eden, ia sangat bersemangat dan tidak sabar bertemu dengan tuannya itu.

“Siapa namamu?” tanya Eden dengan wajah datar.

“Samantha, Tuan.”

“Ini yang terakhir kan, Amanda?” tanya Sandi kepada Amanda.

Amanda merupakan seorang kepala pelayan yang mengurus semua keperluan di rumah Eden, Amanda sudah berjanji ini adalah perawat pribadinya yang terakhir dan apabila ia tidak bisa bertahan lebih dari satu bulan maka Amanda tidak oleh merekrut siapa pun lagi.

Hari-hari mulai berjalan, Samantha akhirnya mengetahui bahwa Eden adalah lelaki yang sangat pemarah dan juga seorang pemabuk berat, ia akan menjatuhkan semua barang ketika ada hal yang tidak sesuai dengan keinginannya dan selalu tidur dengan keadaan mabuk. Semangatnya telah lama hilang, dalam kemarahannya, sesungguhnya Eden hanya berharap seseorang tidak mengasihani dirinya dan tidak memandangnya sebelah mata seperti yang dilakukan semua orang terhadap dirinya yang sekarang.

Pagi-pagi sekali sudah terdengar kegaduhan dari ruang lukis Eden yang dulu, ternyata itu merupakan ulah Samantha yang ingin membuang semua alat lukis Eden. Kegaduhan ini membuat Eden terbangun dari tidurnya, dengan kepala yang masih pusing ia menghampiri sumber suara. Betapa terkejutnya Eden saat ia melihat Samantha hendak membuang semua alat lukisnya.

“Lancang sekali kau!”

“Tuan, aku hanya ingin kau tidak menangis lagi ketika memandangi semua benda tidak penting ini, karena itu aku akan membuangnya pagi ini.”

“Biadab kau! Kupecat kau hari ini juga.”

“Maaf, Tuan, tapi selama waktu kontrakku dan nyonya Amanda belum selesai, aku akan terus berada di sini.”

Keduanya terus berdebat dan semakin memanas, bahkan Eden hampir melempar Samantha dengan gelas kaca. Lalu dengan penuh amarah Samantha mengampiri Eden, ia menantang Eden untuk membuat sebuah lukisan yang bisa membuat seseorang terkesan dalam waktu satu minggu dan jika itu selesai maka Samantha akan membatalkan kontrak dan pergi dari sana tapi, jika itu tidak berhasil maka Samantha akan terus berkerja di tempat itu dengan bayaran dua kali lipat dan membuat hidup Eden dipenuhi banyak aturan. Eden yang sangat marah dan merasa tidak terima, menyetujui tantangan itu tanpa berpikir dua kali.

 

“Bodoh! Otak udang!”

Eden dengan frustrasi menghantamkan kepalanya di tembok beberapa kali, begitu ia sadar bahwa menyetujui tantangan pagi tadi bukan hal yang menguntungkan untuknya. Ia terus mengutuk dirinya sendiri. Ketika ia mulai termenung, ia pergi menuju ruangan lukisnya yang dulu lalu memandangi semua peralatan di sana. Eden meraih kanvas,  dan mulai melukis dengan tangan kirinya. Satu buah kanvas, dua, tiga dan ia terus mengisi semua kanvas kosong dengan berbagai macam warna. Tanganya penuh cat, begitu pula dengan baju tidurnya. Namun ia terus mencoba dan mencoba selama berhari-hari, untuk pertama kalinya setelah sekian lama semangatnya bangkit lagi, senyumnya kembali. Akhirnya Eden sanggup membuat sebuah lukisan.

Hari penentuan pun tiba, beberapa pekerja dan tamu diundang. Lukisan Eden untuk pertama kalinya dipamerkan kembali. Setelah kain putih yang menutupi lukisan itu dibuka semua orang tampak terkesan dan memberi tepuk tangan. Lukisan itu tidak sama seperti lukisan realis yang selama ini dibuat oleh Eden, lukisan itu jauh lebih imajinatif dan memiliki gaya yang unik. Tangis haru Eden pecah ketika semua momen kejayaannya yang dulu kembali terulang, tidak terkira betapa bahagianya ia sekarang dan ia tahu sebetulnya semua itu berkat Samantha yang selalu menempa dan membangkitkan semangatnya yang sudah lama mati, seakan-akan Samantha telah memberikan warna baru pada hidup Eden.

Melihat keberhasilan Eden, Samantha merasa kehadirannya di sini sudah tidak lagi dibutuhkan, maka ia menepati janjinya untuk pergi dari rumah itu. Eden yang merasa Samantha tidak seharusnya pergi memintanya tetap tinggal, namun janji tetaplah sebuah janji ia harus menepatinya. Dengan rasa sedih akhirnya Eden mengantarkan Samantha pergi. Gadis dengan rambut pirang itu melangkah menuju kereta yang akan membawanya. Dengan perasaan sedih Eden menatapnya dari kursi roda dan membiarkan gadis itu pergi tanpa mengucap apapun kepadanya. 

Bertahun-tahun setelahnya, Eden dengan kaki palsunya berjalan dengan gusar, sudah beberapa jam ia menunggu kehadiran seseorang di stasiun kereta itu. Ia merasa gugup dan bahagia secara bersamaan. Sekalipun ia telah menjadi pelukis hebat yang jauh lebih sukses sekarang, ia tetaplah Eden yang akan gugup ketika akan menemui gadis yang dicintainya. Setelah lama menunggu akhirnya seseorang dengan rambut pirang yang khas muncul dari sebuah peron. Senyuman tidak lagi bisa ditahan oleh dua orang itu, mereka sangat bahagia. Ketika keduanya saling berhadapan, Eden memberikan foto yang dulu ditinggalkan Samantha di kamarnya sebelum ia pergi, yang kemudian disambut senyuman oleh Samantha, riuhnya stasiun tidak dihiraukan keduanya, dunia seperti berjalan lambat dan membahagiakan setiap detiknya.

***

Ingat foto ini? Panti asuhan tempat kita dibesarkan dulu. Aku adalah gadis yang kau hampiri dan kau buatkan sebuah sketsa saat ia hendak lompat ke dalam danau untuk mengakhiri hidupnya. Hari ini, aku sudah mengembalikan semangat yang dulu kau berikan kepadaku dan saat kita bertemu kembali aku harap kau masih terus seperti itu. 


Tuesday, April 7, 2015

Peninggalan Islam diBenua Eropa



Author : Nadra Aprilia Tuarita

Assalamualaikum wr wb... disini saya akan kembali me-review film, review film saya yang kedua ini tentang film 99 Cahaya di Langit Eropa .


            Film hasil garapan sang sutradara (Guntur Soeharjanto) ini diangkat dari sebuah novel yang dikarang oleh Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang terinspirasi dari pengalaman mereka sendiri selama di Eropa. Dalam film berdurasi 105 menit ini kita akan diajak untuk mengenal berbagai macam situs dan sejarah islam di Eropa dan banyak lagi pelajaran yang dapat kita ambil dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa ini.


Perdebatan demi perdebatan masih terus terjadi antara Stefan (Nino Fernandez) dan Khan (Alex Abbad) bahkan dalam part 2 ini perdebatan mereka sudah semakin menjadi,Rangga (Abimana Aryasatya) yang berperan sebagai seorang Tirtagonis diantara keduanya pun juga harus dipusingkan dengan kecemburuan Hanum (Acha Septriasa) yang melihat kedekatan Rangga dengan Maarja (Marissa Nasution)  yang dirasa sudah cukup melewati batas kewajaran.


Tapi untunglah Hanum bisa mengerti setelah mendapat penjelasan melalui video yang sengaja dibuat Rangga untuk ulang tahun Hanum, disini kita dapat melihat perjuangan Rangga yang berusaha menjaga hati istrinya agar tidak cemburu dan juga kita dapat melihat  kesabaran Hanum yang berusaha mengerti kondisi suaminya.



Akhirnya setelah masalah ini terselesaikan dengan baik,Hanum  kembali melanjutkan perjalanannya dalam menguak jejak-jejak kebesaran Islam di benua Eropa. Dengan dibantu oleh suaminya ia pun mengunjungi berbagai macam peninggalan-peninggalan Islam di Eropa disaat bersamaan sahabatnya Fatma (Raline Shah)  telah lama menghilang,dari sekian banyak e-mail yang ia kirim tak satupun dibalas oleh sahabatnya itu.Karena kerinduannya yang mendalam pada sahabatnya itu Hanum pun berusaha untuk mencari keberadaan Fatma dan anaknya Ayse (Geccha Tavvara).



Namun sebelum pencarian mereka dimulai tiba-tiba terdengar berita bahwa Stefan mengalami kecelakaan mobil dan terpaksa harus dirawat dirumah sakit,dalam keadaan ini lah Stefan sadar bahwa Khan tidak seburuk yang ia kira akhirnya mereka berbaikan.

            Tiba-tiba Hanum mendapat balasan e-mail dari Fatma,akhirnya setelah lama berpisah mereka pun bertemu kembali namun sayang Ayse yang sangat dirindukan Hanum ternyata telah meninggal karna suatu penyakit.Hanum,Rangga dan Fatma pun berziarah ke makam Ayse disana Hanum menepati janjinya pada Ayse untuk memakai Hijab.



Dilihat dari segi cerita film ini cukup bagus,sangat banyak informasi-informasi baru seputar islam yang kita dapat dari film 99 Cahaya di Langit Eropa ini belum lagi pemandangan indah dari kota Vienna (Austria) dan Paris (Prancis). Yang dapat memanjakan mata penonton membuat film ini semakin menarik.

Sekian review film 99 Cahaya di Langit Eropa  part 2 dari saya bagi yang sudah membaca saya sangat mengharapkan komentar dan saran dari kalian,Terimakasih.


 (dikutip dari beberapa sumber)

Wassalamualaikum wr wb....



Friday, March 6, 2015

Review film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Author : Nadra Aprilia T

 Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan adaptasi novel karangan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) yang bergenre drama romantis. Film yang diproduksi tahun 2013 oleh Soraya Intercine Films ini mengisahkan adat Minangkabau serta perbedaan latar belakang status sosial hingga menghalangi hubungan sepasang kekasih. Disutradai oleh Sunil Soraya dan Sam Soraya sebagai produser, film ini dibintangi oleh Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahadian, Randy Danistha, Arzetti Bilbina, Kevin Andrean, Jajang C. Noer, Niniek L. Karim, Musra Dahrizal Katik, dan Mangkuto.




Kisah ini diawali oleh seorang pemuda bernama Zainuddin (Herjunot Ali) yang ingin merantau ke kampung ayahnya diBatipuh,padang panjang,disana ia bertemu dengan Hayati(Pevita Pearce) seorang perempuan cantik yang taat agama dan adat istiadat minang.Keduanya saling jatuh cinta namun dikarnakan masalah adat dan perbedaan status sosial,membuat cinta mereka kandas,Zainuddin diusir dari Batipuh sedangkan Hayati dipaksa menikah dengan Aziz (Reza Rahadian) seorang pemuda kaya dan keturunan murni berdarah minang,karna ketaatannya oleh adat istiadat akhirnya Hayati bersedia menikah dengan Aziz walupun dirinya masih mencintai Zainuddin.



                Akhirnya berita ini sampai ditelinga Zainuddin,Karna terlalu sakit hati dan tidak terima atas pernikahan tersebut Zainuddin akhirnya pergi ke Tanah Jawa bersama Bang Muluk,disana ia berusaha keras untuk merubah nasibnya.Setelah berjuang selama bertahun-tahun Zainuddin akhirnya berhasil menjadi seorang penulis terkenal yang mempunyai harta kekayaan melimpah.




Disaat yang sama tiba-tiba Aziz dan Hayati jatuh miskin,Aziz pun meminta pertolongan pada Zainuddin agar bisa menempati rumah Zainuddin untuk sementara waktu.Tak lama setelah menempati rumah Zainuddin ternyata Aziz jatuh sakit sudah berbulan-bulan ia hanya bisa berdiam diri dirumah ,karna merasa malu akhirnya Aziz memutuskan untuk mencari kerja,sementara Hayati ditinggalkan dirumah Zainuddin.  




 Tak lama setelah kepergian Aziz,terdengar kabar bahwa Aziz ditemukan bunuh diridi hotelnya ,sebelumnya ia sempat menulis surat yang menyatakan bahwa dirinya sangat menyesal atas perlakuan buruknya selama ini yang telah tega memisahkan Hayati dan Zainuddin.Setelah meninggalnya Aziz, Hayati memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya kepada Zainuddin,namun karna rasa sakit hati yang dirasakan oleh Zainuddin sudah cukup pedih ia akhirnya memulangkan Hayati ketempat asalnya dan menyuruhnya menaiki kapal Van Der Wijck,namun ditengah perjalanan Kapal tersebut tenggelam .


           Setelah menyesal atas keputusannya Zainuddin pun pergi untuk menjemput Hayati  kembali namun rasa sakit kembali menghinggapi Zainuddin,ia telah mendapati Hayati dalam keadaan kritis dirumah sakit karna tidak mampu lagi bertahan akhirnya Hayati meninggal dalam pelukan Zainuddin. 


Dari keseluruhan film sudah cukup bagus sastra yang digunakan dalam film ini menambah nilai keunikan tersendiri dan akting memukau dari tiap pemain film ini juga makin menambah daya tarik dari film ini,namun judul film ini tidak terlalu sesuai dengan isi cerita yang ada.Hayati yang tidak begitu syar’i dalam berpakaian dan begitu mudah melepas kerudungnya ternyata ‘cukup menyalahi’ perannya yang disebut-sebut sebagai perempuan yang taat agama.Cerita ini menggambarkan usaha seseorang yang telah berusaha keras untuk bangkit dari keterpurukannya,namun saat telah berada dipuncak kesuksesan tidak pernah berhenti berbuat baik.


(dikutip dari beberapa sumber)

Jangan lupa komentar dan sarannya ya...


Pump Up Kicks

Nadra Aprilia Tuk tuk tuk tuk Suara langkah kaki seorang wanita cantik yang memakai high heels putih memantul di sebuah lorong panjang. W...